Menyikapi Diri sebagai Guru Profesional
Berlabel guru profesional sepertinya memang memiliki nilai tambah. Betapa tidak, dengan label tersebut guru yang bersangkutan berhak tambahan penghasilan satu kali gaji pokok. Sebagai hamba yang beragama Islam, hal itu diwujudkan dengan ucapan "Alhamdulillahirabbil 'aalamiin". Ini merupakan tambahan rizki dari Allah. Tahun pertama menerima, penerimaan dicicil 2x oleh pihak pengelola terkait. Jumlah yang diterima baru 10 bulan. Yang sepeluh bulan itu, dipotong pajak penghasilan, tidak apa-apa, diri ini ikhlas, itu namanya kewajiban bernegara. Yang dua bulan belum diterima, "Kapan ya menerimanya?"
Berlabel guru profesional sepertinya memang memiliki nilai tambah. Betapa tidak, dengan label tersebut guru yang bersangkutan berhak tambahan penghasilan satu kali gaji pokok. Sebagai hamba yang beragama Islam, hal itu diwujudkan dengan ucapan "Alhamdulillahirabbil 'aalamiin". Ini merupakan tambahan rizki dari Allah. Tahun pertama menerima, penerimaan dicicil 2x oleh pihak pengelola terkait. Jumlah yang diterima baru 10 bulan. Yang sepeluh bulan itu, dipotong pajak penghasilan, tidak apa-apa, diri ini ikhlas, itu namanya kewajiban bernegara. Yang dua bulan belum diterima, "Kapan ya menerimanya?"
Tahun berikutnya diterima lagi 10 bulan dengan 2x cicilan dan dipotong pajak penghasilan. Yang dua bulan tahun lalu belum diterima, yang tahun ininya juga kurang lagi dua bulan. Lagi-lagi hati bertanya, "Kok begini ya?". Tahun ini tahun 2012, Alhamdulillah, belum lagi diterima karena hanya mengajar tatap muka 20 jam. Sebetulnya, hati ini sedih juga, bayangkan saja, uang yang sudah kita kalkulasikan untuk ini dan itu memenuhi kebutuhan hidup sebatas wajar saja, tiba-tiba seperti tidak akan dapat dinikmati lantaran ada peraturan yang muncul belakangan, bahwa guru profesional baru bisa terima tunjangannya setelah dia melaksanakan jam mengajar tatap muka 24 jam. " Maasyaallah!, kok dulu tidak ada ya penegasan bahwa guru wajib tatap muka 24 jam untuk mendapatkan tunjangan profesionalnya?"
Reaksi sekolah berbeda-beda dalam menyikapi jam wajib 24 jam. Ada sekolah yang masih tetap memberlakukan pemenuhan jam 24 tersebut dengan pengajaran team teaching, ada yang pengembangan diri sebagai tambahan, ada yang menamabah rombel belajar sore, dll. Sebaliknya, ada sekolah yang hanya bersitahan bahwa guru profesional itu wajib mengajar 24jam tatap muka. Akhirnya, ada yang menerima tunjangan, ada yang tidak. Yang sesungguhnya bagaimana ya? Mau bertanya langsung kepada Mentri, jelas imposible.Saat ini, kita yang senasib hanya menunggu, mudah-mudahan akan ada kejelasan yang saling menguntungkan. Harapan kita, semoga profesional seorang guru tidak dinilai atau diukur karena guru tersebut mampu mengajar 24 jam tatap muka.
Menyikapi Diri sebagai Guru Profesional
Sebagai guru profesional, menurut hemat kami, kami sudah berupaya untuk profesional dalam tugas. Andai ada yang kurang profesional menurut supervisor dan pengawas, kami sebagai manusia yang memang dikondisikan oleh Allah untuk selalu belajar karena belajar itu harus berlangsung seumur hidup, mulai dari ayunan sampai ke liang kubur, kami akan belajar lagi sesuai kemampuan kami. Guru profesional itu memang malu kalau dia sempat berhenti belajar. Ketika saya menulis seperti ini pun, saya sebut belajar, belajar menulis.
Ya Allah, jika adalah rizki kami masih di atas langit, mohon Engkau turunkan ya Allah, dan jika adalah masih di perut bumi, mohon Engkau keluarkan ya Allah, dan jika adalah amat sulit mendapatkannya, mudahkanlah yaAllah, dan jika ada yang haram menyertainya, mohon Engkau halalkan ya Allah, dan jika masih jauh, mohon Engkau dekatkan padaku ya Allah, Aamiin ya Rabbal 'aalamiin.
Komentar
Posting Komentar